Bantengan Jawa Timur, Sebuah Seni Pertunjukan Yang Kental dengan Nuansa Magis


 Kesenian tradisional Bantengan merupakan sebuah seni pertunjukan budaya tradisi Jawa Timur yang menggabungkan unsur sendratari, olah kanuragan, musik, dan syair/mantra yang kental dengan nuansa magis. Kesenian Bantengan sudah ada sejak zaman Kerajaan Singasari. Saat itu, kesenian Bantengan berbentuk kesenian tari di mana penarinya menggunakan topeng kepala Bantengan.

Kini, kesenian tradisional Bantengan sudah berkembang di beberapa daerah di Jawa Timur. Antara lain, Kabupaten Mojokerto, Kota Malang, Kota Batu, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Pasuruan.

Dalam sebuah pementasan kesenian tradisional Bantengan diperlukan penyajian yang lengkap meliputi gerakan mirip banteng, busana, iringan musik, properti, lapangan sebagai tempat pementasan, pawang, dan sesaji. Kesenian ini dimainkan oleh empat orang. Orang pertama berperan sebagai kaki depan sekaligus pemegang kepala Bantengan, sementara orang kedua berperan sebagai pengontrol tari Bantengan dan kaki belakang sekaligus ekor Bantengan. Kostum bantengan terbuat dari kain hitam, sementara topeng berbentuk kepala kepala banteng terbuat dari kayu dan tanduk asli banteng. Adapun dua orang lain menjadi pemegang tali kekang yang berguna untuk mengendalikan pemain Bantengan yang kesurupan.

Saat ini, kepala hewan banteng semakin sulit ditemukan di Pulau Jawa. Maka, topeng yang digunakan dalam kesenian tradisional Bantengan biasanya menggunakan tanduk sapi atau kerbau yang sudah mati.

Kesenian tradisional Bantengan merupakan kesenian komunal yang melibatkan banyak orang dalam setiap pertunjukannya, sebagaimana banteng yang biasa hidup berkoloni. Kesenian Bantengan membentuk perilaku masyarakat yang menggelutinya agar senantiasa hidup dalam keguyuban, gotong royong, serta menjunjung tinggi rasa persatuan dan kesatuan.

Kesenian tradisional Bantengan Jawa Timur biasanya dipentaskan dengan tujuan sakral, tolak balak, melestarikan seni budaya tradisional, dan menghormati leluhur nenek moyang. Pementasan tradisional Bantengan diadakan pada saat-saat tertentu, misalnya pada peringatan Tahun Baru Islam, HUT Proklamasi Kemerdekaan RI, Bersih Desa/Selamatan Desa, diundang masyarakat yang memiliki hajat, dan lain-lain.

Saat pementasan Bantengan terdapat larangan bagi penonton, yaitu dilarang bersiul karena dianggap mengejek arwah roh yang memasuki tubuh pemain.

Komentar